Jumat, 22 September 2017

Begini Cara Warga Desa Menawan Menjaga Mata Air

Gelar Kirab 1 Suro, Gaungkan Budaya Adri Shankara

Warga Desa Menawan, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus memiliki cara unik untuk menjaga sumber mata air. Mereka menggelar kirab budaya dan menggelar pentas teatrikal, menggambarkan bagaimana pentingnya menjaga dan menghormati air, Kamis 21 September 2017.

Kirab budaya digelar bertepatan dengan perayaan tahun baru Islam, 1 Muharram 1439 Hijriyah. Ritual kirab dimulai dengan pengambilan air di Sendang Widodari. Air sendang kemudian di arak ke perempatan Desa Menawan, sekitar pukul 09.00 WIB.

Dari lokasi itu, air sendang dikirab bersama enam gunungan berisi aneka hasil bumi, menuju lapangan Bumi Perkemahan Abiyasa Menawan, sejauh sekitar 1,5 km. Warga sudah menanti di sepanjang rute kirab. Mereka ikut dalam iring-iringan menuju lapangan buper Abiyasa.

Di lapangan, ratusan warga sudah menanti. Pentas kesenian seperti rebana dan tari keretek disajikan untuk menghibur warga. Puncaknya, komunitas Tali Jiwa menampilkan pementasan teatrikal dengan tema air. Kirab budaya ditutup usai warga berhambur berebut gunungan hasil bumi. Panas terik tak menyurutkan niat warga.


Dikisahkan, air menjadi barang mahal memasuki musim kemarau. Ketika sungai-sungai mengering dan sumber air semakin sulit dicari, warga pun hanya bisa menjerit. Desa di lereng Muria itu tiba-tiba mengalami paceklik akibat kemarau panjang.

Tak hanya kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, ladang dan sawah pun mengering karena tak ada pengairan. Berbulan-bulan tersiksa oleh kemarau, warga bersorak ketika hujan mulai turun. Sawah dan ladang mulai menghijau.

Namun ketika hujan terus mengguyur, warga pun mulai resah. Hingga bencana tak bisa dihindari.

Hujan yang menggerus lereng Dusun Menawan memicu longsor. Enam orang meninggal, belasan kepala keluarga terpaksa pindah kampung.

Untuk menghindari bencana terulang, warga kemudian menggelar hajatan selamatan dipimpin tokoh agama. Mereka pun berjanji untuk lebih memperhatikan alam tempat tinggalnya. Pentas itu diaangkat dari kisah nyata yang dialami warga Menawan.

Tak ingin kejadian serupa, warga mengganungkan semangat budaya “Adri Shankara Menawan” memasuki tahun baru Islam ini. Adri berarti gunung, sementara Shankara adalah kebahagiaan. Adri Shankara diartikan sebagai gunung yang selalu memberi kebahagiaan.
Gunung dan air memang akrab bagi warga di kaki Gunung Muria tersebut. Tahun 70-an, warga pernah merasakan kekeringan parah. Air juga yang membawa petaka ketika longsor melanda Dusun Kambangan, Desa Menawan, akhir Januari 2014.


Kepala Desa Menawan Moh Sholikin (42) mengatakan sengaja mengangkat tema air pada kirab budaya tahun ini. Tema itu diangkat agar warga lebih peduli untuk menjaga sumber-sumber mata air, terutama Sendang Widodari.

Berkat air yang melimpah, hasil bumi tahun ini menggembirakan. Warga juga mulai memetik hasil budidaya jambu kristal yang bisa dipanen tiga kali setahun. Pada puncak panen warga bisa mengirim sebanyak 21 ton per hari ke berbagai daerah, terutama Jakarta.

Dengan potensi alam dan budayanya, lanjut Sholikin, Desa Menawan layak dikembangkan menjadi desa wisata. Perbaikan akses jalan terus diperbaiki. Sayang, pemerintah desa tahun ini belum mampu mengalokasikan anggaran khusus untuk pengembangan potensi wisata.

Sejauh ini, pengembangan potensi wisata termasuk budidaya jambu kristal masih dilakukan secara swadaya oleh masyarakat. Kami berencana membuat agrowisata dengan memanfaatkan tanah bengkok sekdes untuk ditanami jambu kristal dan buah-buahan khas lainnya.
Desa Menawan berkolasi sekitar 20 menit ke arah utara, dari Pusat Kota Kudus. Jalur menuju Menawan searah dengan jalur menuju Desa Rahtawu, yang terkenal dengan ikon Puncak songolikur. Menawan memiliki objek wisata bumi perkemahan Abiayasa, Sendang Widodari, dan agrowisata dengan produk andalan jambu kristal.

Desa yang beada di lereng perbukitan itu juga menjanjikan pemandangan menawan, terutama saat matahari tenggelam.



0 komentar:

Posting Komentar