Selasa, 20 November 2018

2 Makanan Jadul Ini Jadi Rebutan Saat Maulid Nabi Muhammad

SETIAP peringatan Maulid (kelahiran) Nabi Muhammad SAW, dua makanan tradisional di Kudus ini menjadi rebutan warga. Sego kepel dan tiwul. Keduanya menjadi makanan khas yang wajib hadir di dua desa di Kudus, yakni Desa Loram Kulon, Kecamatan Jati dan Desa Mejobo, Kecamatan Mejobo.


Warga rela antre kepanasan untuk menunggu iring-iringan gunungan yang digotong sejumlah warga. Saat waktunya tiba, gunungan menjadi rebutan. Tradisi ini sekaligus untuk melestarikan nilai-nilai kearifan lokal di antaranya silaturahmi, gotong royong, dan bersedekah.

1. Nasi Kepel

Nasi kepel yakni nasi yang dibungkus dengan daun jati. Pelengkapnya, ada lauk dengan bumbu bothok. Biasanya lauk berupa telur, daging, atau ikan. Dimasak dengan bumbu garangasem, lauk itu dibungkus dengan daun pisang.

Nasi kepel merupakan satu dari tiga warisan penting Sultan Hadlirin, tokoh penyebar Islam di Loram Kulon di era Sunan Kudus. Selain nasi kepel, warisan Sultan Hadlirin yang masih lestari yakni tradisi penganten mubeng dan kirab ampyang.

Penganten mubeng yakni ritual pasangan pengantin baru yang berjalan bersama mengelilingi gapura persis di depan masjid wali At Taqwa Desa Loram Kulon. Masjid itu pun menjadi pusat perayaan kirab ampyang.

Bagi warga Loram Kulon, nasi kepel adalah ajaran bersedekah. Setiap ada hajatan, warga selalu membuat nasi kepel. Nasi yang seukuran genggaman tangan orang dewasa (kepel dari kata kepalan tangan) itu kemudian dibagi-bagikan ke tetangga dan sanak saudara. Tentu dengan pelengkap lauk bothok tadi.

Saat kirab ampyang digelar, warga membuat gunungan berisi ratusan bungkus nasi kepel. Pada peringatan kirab ampayng bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW, Selasa 20 November 2018, warga membuat sekitar seribu bungkus nasi kepel.

Rangkaian kirab menghadirkan para pengelola lembaga pendidikan dan mushola di Desa Loram Kulon. Warga tetangga desa juga ikut dalam kirab tersebut. Setelah seluruh peserta mengikuti kirab melewati panggung kehormatan, gunungan nasi kepel pun digotong ke tengah arena. 


Bupati Kudus HM Tamzil hadir langsung ikut di tengah-tengah ratusan warga yang memeriahkan kirab ampyang tersebut. Setelah dipanjatkan doa-doa, gunungan nasi kepel pun menjajadi rebutan warga. Tak ada lima menit, gunungan itu pun menyisakan rangkanya saja.

Kirab ampyang terus lestari. Tradisi itu bahkan mampu memicu kreativitas warga. Kirab itu menjadi agenda wisata tahunan di Kudus. Kreativitas warga melahirkan usaha kreatif mulai kuliner hingga kerajinan tangan. Loram Kulon kini telah ditetapkan menjadi Desa Wisata di Kabupaten Kudus.

2. Tiwul

Bagi warga Desa Mejobo dan Kirig di Kecamatan Mejobo, tiwul memiliki sejarah panjang. Makanan berbagan ketela ini menjadi media dakwah Eyang Suryo Kusumo saat menyebarkan ajaran Islam di wilayah Mejobo. 


Hingga tahun 1990-an, tiwul masih banyak dijajakan di warung-warung makan di Desa Mejobo dan sekitarnya. Namun, belakangan ini penjual tiwul terus berkurang karena peminatnya terbatas.

Di era modern ini, warga kembali mengangkat derajat tiwul. Yakni melalui kirab tiwul. Warga membuat sejumlah gunungan tiwul yang diarak mulai Desa Kirig, melintasi Desa Mejobo dan berakhir di makam Eyang Suryo Kusumo.

Kirab tiwul di Mejobo juga digelar tepat pada peringatan kelahiran atau Maulid Nabi Muhammad SAW. Ribuan warga memadati sepanjang jalan Mejobo yang menjadi rute kirab. Meski kirab baru dimulai pukul 15.00 WIB, warga sudah terlihat memadati jalan sejak pukul 13.00 WIB.

Tradisi tahunan kirab tiwul ini diharapkan bisa menjadi agenda wisata sehingga mengangkat nilai ekonomi tiwul. Sebagian warga sudah mulai berkreasi mengolah tiwul dengan cita rasa kekinian.



0 komentar:

Posting Komentar