Minggu, 24 April 2016

Kisah Karma Tembor Ala Sokosiji


JIKA karma akibat perbuatan keji masa lalu langsung menimpa pelakunya, mungkin tak akan menyusahkan banyak orang. Tapi, bagaimana jika karma itu terus menerus diwariskan kepada anak, cucu, hingga cicit, dan berdampak luas kepada keluarga turunannya?

Bisa jadi kita akan berpikir seribu kali jika menyadari karma atas perbuatan keji yang dilakukan tersebut. Kisah karma turun temurun keluarga Tembor (diperankan Saiful Anam) tergambarkan secara apik pada pentas lakon “Terbit Bulan Tenggelam Bulan” maskah karya Noorca M Massardi oleh kelompok teater Sokosiji Kudus, Rabu (30 Maret 2016) sore dan Kamis (31 Maret 2016) malam.

Dikisahkan, Tembor dikutuk setelah melampiaskan syahwatnya kepada mayat yang digalinya dari sebuah kuburan. Akibat ulahnya, semua keturunannya dikutuk. Setiap kali Tembor baru lahir di dunia, maka kutukan itu terus muncul tiada putusnya. Begitu terus selama Tembor-tembor baru yang lain dilahirkan.

Tokoh Tembor dan Nyai (Robiatul Adawiyah) menjadi tokoh sentral dalam pertunjukan yang disutradarai Waryoto Giok. Naskah itu semakin hidup berkat akting awak Sokosiji yang beranggotakan anggota dan alumni kelompok teater Tigakoma FKIP UMK.

Sokosiji juga berhasil melibatkan para penonton untuk “menghidupkan” naskah TBTB. Bukan hanya akting dan canda awak Sokosiji yang mampu menyita perhatian penonton. Para pemain dan penonton yang memadati auditorium Universitas Muria Kudus juga mendapat kejutan lain.

Penulis naskah TBTB Noorca M Massardi diam-diam datang ke Kudus demi menyaksikan naskahnya dipentaskan. Kehadiran novelis dan penulis lakon yang pernah menjabat ketua Dewan Kesenian Jakarta ini tak disadari oleh awak Sokosiji maupun penonton.

Kehadiran Noorca untuk menonton pementasan naskahnya oleh kelompok lain ini pantas lah memicu kecemburuan di kalangan pegiat teater di Kudus. Jarang-jarang seorang penulis naskah teater terkenal rela datang ke kota kecil untuk menonton pementasan naskahnya.





0 komentar:

Posting Komentar