Senin, 04 Desember 2017

Di Desa Ini, Tiwul Naik Derajat Dikirab Keliling Kampung



TIWUL memang makanan Ndeso. Tapi di dua desa yakni Desa Mejobo dan Kirig, Kecamatan Mejobo, Kabupaten Kudus, tiwul memiliki tempat tersendiri. Warga bahkan mengelu-elukan tiwul melalui kirab tradisi yang digelar tahunan setiap Bulan Maulud (maulid).

Lewat kirab, tiwul naik derajat. Makanan kampung yang terbuat dari tepung gaplek (singkong yang dikeringkan kemudian ditumbuk) memang mulai ditinggalkan. Rasanya yang monoton membuat generasi muda enggan menyantap makanan yang pernah populer di zaman perjuangan dulu.

Warga Desa Mejobo dan Kirig memiliki cara unik untuk mengangkat kembali derajat tiwul. Caranya lewat kirab tradisi tahunan. Desa-desa di Kecamatan Mejobo memiliki kaitan sejarah yang panjang dengan tiwul.

Konon, penganan ini menjadi media dakwah Eyang Suryo Kusumo saat menyebarkan ajaran Islam di wilayah Mejobo. Hingga tahun 1990-an, tiwul masih banyak dijajakan di warung-warung makan di Desa Mejobo dan sekitarnya.

Namun, belakangan ini penjual tiwul terus berkurang karena peminatnya terbatas. Sejumlah tokoh masyarakat setempat mencoba mengenalkan kembali tiwul kepada generasi muda, melalui kirab tradisi budaya.

Mereka mencoba berinovasi dan mencari terobosan untuk menyulap tiwul menjadi penganan yang menarik dan diminati oleh anak-anak muda.

BACA JUGA : SUMUR GENTONG TUA SIMPAN KOIN BELANDA

Kirab tiwul di Mejobo digelar Minggu (3/12/2017). Ribuan warga memadati sepanjang jalan Mejobo yang menjadi rute kirab. Meski kirab baru dimulai pukul 15.00 WIB, warga sudah terlihat memadati jalan sejak pukul 13.00 WIB.


Dua gunungan tiwul di arak di atas tandu keliling kampung menuju makam Eyang Suryo Kusumo. Warga juga mengarak aneka hasil bumi. Kelompok pemuda ikut meramaikan kirab dengan menyajikan atraksi kesenian.

Mereka mengangkat kearifan budaya lokal masyarakat dalam bentuk tiwul. Warga berusaha mengangkat tiwul menjadi menjadi makanan utama masyarakat untuk mengurangi ketergantungan pada beras.

Tradisi tahunan kirab tiwul ini diharapkan bisa menjadi agenda wisata sehingga mengangkat nilai ekonomi tiwul. Sebagian warga sudah mulai mengolah tiwul dengan cita rasa kekinian. Sadiyanto, tokoh masyarakat setempat berkeinginan membuat ada festival tiwul yang menyajikan menu utama tiwul.

Antusiasme generasi muda untuk meramaikan kirab tahunan tersebut cukup tinggi. Tingginya antusiasme generasi muda ini juga berbarengan dengan semangat melestarikan penganan tradisional agar tidak punah.

Jangan sampai jajanan tradisional nantinya tinggal cerita. Pemkab Kudus pun didorong untuk ikut memperhatian nasib tiwul, dengan upaya pelestraian penganan tradisional. Pasalnya, penganan tradisional merupakan aset besar, utamanya dalam pengembangan desa-desa wisata.


2 komentar:

  1. Saya suka loh dengan penganan tiwul ini. Selain itu juga jajanan pasar lainnya, kayak getuk lindri, onde-onde dll. Dengan tradisi ini, semoga saja makanan khas ini gak tenggelam oleh gempuran zaman yang semakin global ya...

    BalasHapus