Kamis, 17 Januari 2019

Hoax Pemilu dan Peran Penting Relawan Demokrasi

omonganem hoax pemilu


Perkembangan dunia teknologi dan informasi tak selamanya memberi dampak positif untuk masyarakat. Dampak negatif penggunaan teknologi informasi kerap dirasakan, salah satunya melalui penyebaran hoax pemilu dan ujaran kebencian.


Hoax dan ujaran kebencian biasanya kian marak saat musim hajatan pemilu mau pun pilkada. Kecanggihan piranti telekomunikasi dan informasi melalui layanan aplikasi internet menjadi “media andalan” untuk menyebarkannya.

Dampak hoax pemilu dan ujaran kebencian jika berkaca dari pengalaman Pilpres 2014 dan 2018, sangat memilukan. Masyarakat benar-benar “terbelah”. Tidak hanya dalam dunia maya tapi juga dunia nyata. Bahkan masuk ke ruang-ruang sosial kemasyarakatan yang berdimensi “sakral”. Kondisi ini masih terus berlangsung hingga kini.

Tahun ini hingga 2019 mendatang, Indonesia punya hajatan besar demokrasi. Yakni Pemilu Umum untuk memilih anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/kota, DPD dan bahkan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Potensi munculnya hoax dan ujaran kebencian oleh pihak tak bertanggung jawab sangat besar sekali seiring hajatan besar demokrasi tersebut. Dan pihak yang paling rawan menjadi korban hoax dan ujaran kebencian adalah pelajar, mahasiswa dan generasi muda pada umumnya.

Dari sisi usia, kalangan muda adalah kelompok yang kerap bersinggungan dengan internet maupun medsos dengan segala sisi baik maupun buruknya. Mendekati Pemilu 17 April 2019, penyebarluasan hoax diperkirakan semakin marak.

Bahkan penyebarnya tak menyadari jika informasi yang disebarluaskan melalui media sosial adalah kabar hoax. Contoh nyata yakni kabar tujuh kontainer berisi 70 juta surat suara yang telah dicoblos untuk kolom pasangan calon presiden dan wakil presiden, baru-baru ini.

Beruntung KPU cepat tanggap dengan mengecek langsung ke Tanjung Priok, lokasi yang disebut tempat penyimpanan kontainer. Meski KPU sudah menegaskan kabar tersebut hoax, namun tak sedikit warga yang sudah terlanjur percaya atas kabar tersebut.

Jika hoax terus bermunculan, maka dikhawatirkan kepercayaan publik terhadap KPU bakal menurun. Di sini lah peran penting edukasi pemilih untuk tak serta merta mempercayai informasi yang diterimanya.

Perlu langkah kongkrit sebagai upaya pencegahan agar hajatan Pemilu tahun 2019, khususnya di Kabupaten Kudus berjalan demokratis, berintegritas tanpa hoax dan ujaran kebencian.

Upaya pencegahan harus dikedepankan untuk menangkal munculnya konten negatif yang berpotensi memicu konflik sosial dan memecah belah elemen masyarakat. Pencegahan munculnya hoax dan ujaran kebencian pada tahun politik ini dilakukan sejak dini maka dampak negatifnya juga bisa diminimalisir dengan maksimal.

Hoax dan ujaran kebencian tak hanya berpotensi mengganggu pelaksanaan Pemilu yang berkualitas. Penyebarluasan hoax dan ujaran kebencian juga dikhawatirkan mampu merongrong persatuan dan kesatuan NKRI.

KPU bulan ini merekrut ribuan relawan demokrasi Pemilu 2019 se-Indonesia. Relawan dibentuk dalam 10 basis pemilih berbeda, antaranya basis keluarga, basis pemilih pemula, basis pemilih perempuan, penyandang disabilitas, keagamaan, komunitas, dan basis warga internet (netizen).

Masing-masing basis terdiri atas lima orang relawan. Metode sosialisasi yang digunakan bisa melalui simulasi, bermain peran, diskusi kelompok, ceramah, hingga sosialisasi ke media sosial.

Diliriknya basis warga internet (netizen) ini patut diapresiasi. Apalagi syarat utama calon relawan yang mendaftar di basis pemilih ini minimal memiliki seribu pengikut di akun media sosialnya.

Relawan demokrasi ini tentunya bakal menjadi ujung tombak dalam sosialisasi kepemiluan. Salah satunya menjadi kepanjangan tangan KPU dalam memberikan informasi yang benar kepada masyarakat di basis relawan.

KPU memang menyediakan honor Rp 750 ribu per bulan bagi relawan. Namun, honor itu seharusnya tidak menjadi motif utama bagi para pendaftar. Pasalnya, beban dan tanggung jawab dalam mensosialisasikan Kepemiluan tentunya harus diutamakan.


Dengan penyampaian informasi yang benar secara masif, diharapkan masyarakat semakin melek informasi. Ancaman disintegrasi atas wabah hoax wajib ditangkal. Keutuhan bangsa tetap terjalin di tengah panasnya suhu politik pelaksanaan Pemilu. 

Melalui komunitas, peran penyebarluasan berita yang benar dan bertanggung jawab bisa ditingkatkan. Ujungnya, hajatan demokrasi Pemilu 2019 berkualitas.




0 komentar:

Posting Komentar