Minggu, 03 Maret 2019

Berkaca dari Samin, Ogah Golput Belajar Jadi Warga Negara Yang Baik



KOMUNITAS Sedulur Sikep di Kudus ogah golput. Mereka memastikan akan menggunakan hak suaranya pada Pemilu serentak 17 April 2019.

“Jarene kon sinau dadi warga negara sing apik. Saben ono pemilihan sedulur sikep nderek milih,”

Dalam Bahasa Indonesia, kalimat itu kurang lebih berarti “Katanya harus belajar menjadi warga negara yang baik. Setiap ada Pemilu, Sedulur Sikep ikut memilih,”

Jawaban polos itu meluncur dari mulut tokoh Sedulur Sikep Kudus Budi Santoso. Ditanya apakah nanti akan menggunakan hak pilihnya atau golput pada Pemilu 17 April 2019, Budi menggunakan Bahasa Jawa memastikan sedulur sikep akan tetap menggunakan hak pilihnya.

Budi tinggal bersama Sedulur Sikep lainnya di Desa Larikrejo, Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus. Budi Santoso menyebut ada sebanyak 300-an warga komunitas Samin di Kabupaten Kudus.

Mereka tersebar di sejumlah desa seperti Larikrejo, Kuthuk, Kaliyoso, Karangrowo, Kecamatan Undaan, Desa Bulungkulon dan Sadanang di Kecamatan Jekulo. Dari jumlah itu, sebanyak 200-an orang diperkirakan memiliki hak pilih. Di Larikrejo, ada sekitar 69 jiwa penganut Samin.

BACA JUGA : JANGAN TANYA INI KE WONG SAMIN


Budi mengaku sudah menggunakan hak pilihnya, sejak tercatat sebagai pemilih pemula pada Pemilu 1982. “Bapak dan kakek saya, setahu saya juga ikut nyoblos saat pemilu,” katanya.

Wikipedia mencatat, komunitas Samini adalah keturunan para pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan sedulur sikep. Mereka tersebar di wilayah Kendeng mulai Bojonegoro, Jawa Timur, Blora, Pati, dan Kudus, Jawa Tengah.

Di masa penjajahan Belanda, mereka mengobarkan semangat perlawanan melalui gerakan menolak membayar pajak, serta menolak segala peraturan yang dibuat pemerintah kolonial. Sikap Wong Samin ini kerap memusingkan pemerintah Belanda, maupun penjajahan Jepang.

Hingga tahun 1970-an, komunitas Sedulur Sikep mengisolasi diri. Kelompok Samin lebih suka disebut wong sikep. Pasalnya, kata samin bagi mereka mengandung stigma negatif. Kata Samin kerap dimaknai kelompok orang lugu, tidak suka mencuri, menolak membayar pajak, dan acap menjadi bahan lelucon oleh masyarakat.



Tahun 2000-an, mereka mulai membuka diri. Mulai mengurus KTP, hingga menyekolahkan anaknya ke sekolah formal. Setiap hajatan Pemilu, keberadaan tokoh samin menjadi sorotan.

Pada Pilkada 2018, sikap Wong Samin yang ogah golput mendapat apresiasi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kudus. Petugas KPU bahkan secara khusus menggelar sosialisasi untuk komunitas Samin tersebut.

“Dadi anggapan wong samin sing emoh milih kui, sak nyatane mboten (Jadi anggapan orang samin enggan memilih di Pemilu sebenarnya salah),” kata Budi.


Tak hanya menggunakan hak suaranya, pria yang kerap mengenakan pakaian hitam-hitam itu bahkan pernah terlibat sebagai penyelenggara Pemilu. Budi Santoso pernah tercatat sebagai anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di desanya.

Hanya, Pemilu serentak tahun ini bakal menjadi pengalaman baru Wong Samin menyalurkan suaranya. Seperti pemilih lainnya, mereka akan mendapat lima lembar surat suara untuk dicoblos di TPS.

Untuk siapa calon presiden nanti, Budi dan anggota keluarganya mengaku banyak mendapat informasi dari televisi. “Kalau calon presiden sudah tahu. Ada Pak Joko dan Pak Prabowo,” ujarnya polos.





0 komentar:

Posting Komentar